PELAMPUNG
“Kenapa
hitam sekali itu di bawah matamu, Iping? Begadangki lagi main PS tadi
malam?? Kukira ulangan Bahasa Indonesiaki sebentar.” Ibu Neneng
menegur anaknya yang baru berjajan menuju meja makan untuk sarapan
bersama.
Sambil
duduk dan mengambil piring, Iping menjawab, “Mama iya, su’udzzan
mi seng. Nda’ main PS ka kodong, belajarka...”
“Mandi
jako tadi? Cu’mala’nu” Ipung, saudara kembar Iping yang juga
satu sekolah dengannya menanggapi
“Mandika
iya, masa’ nda’ mandiki baru mau pergi sekolah” Iping membela
diri
“Cepatmako
makan. Saya hampirma selesai. Nanti terlambat meki’ seng”
Iping
mempercepat makannya, kemudian berpamitan pada mamanya.
“Awas
kalau jelek nilaimu, kukirim ke kampung PS mu” ancam ibu Neneng
kepada anaknya
“Tenang,
Mama. Janjika baguski pasti nilaiku. Begini-begini ini anak ta mama,
pintar tonji”
“Jangan
ki tampo dudu, Nak. Buktikan dalam aksi nyata.”
“Tungguka
dulu, Ipung” Iping berlari menuju kamarnya sepertinya teringat
sesuatu kemudian berteriak, “Ipung, liatko kertas yang tadi
kusimpan di meja belajarku?”
“Kertas
apa seng? Bukan yang kau simpan di dekat telpon?” Ipung balas
berteriak dari pintu depan, “cepat mako, adami pete’-pete’ di
depan”
“Ow,,
iyo di’. Tungguka dulu” Terburu-buru Iping kembali ke ruang
tengah dan mengambil kertas di dekat telepon kemudian menyusul Ipung
ke depan.
Ibu
Neneng geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak kembarnya.
Sesampai
di sekolah ternyata mereka terlambat. Ulangan Bahasa Indonesia di
Kelas Iping telah dimulai. Pelajaran Matematika di kelas Ipung juga
telah berlangsung beberapa menit. Ipung berlari menuju kelasnya, XI
IPA, di lantai 2 sambil menggerutu, “Gara-gara kau mi itu, Iping,
terlambatmaki. Adami ibu Silvy di kelasku”
“Assalamu
‘alaikuum. Maaf, Pak. Terlambatka.” Iping masuk kelas dengan
takut-takut
“Waalaikum
salam. Em de de, terlambatmi seng. Cepat maki’ duduk.. Itu soalnya
di papan tulis.” Pak Hamid, Guru Bahasa Indonesia SMA Muhammadiyah
Sungguminasa, menjawab sambil geleng-geleng kepala.
“Iye,
Pak. Terima kasih.”
“Kenapa
terlambat mako seng??” Achink, teman sebangku Iping berbisik begitu
Iping duduk di bangkunya, kemudian melanjutkan, “liat sai soalnya,,
susahnya.”
Iping
membaca soal di papan tulis dan tersenyum senang, yakin bisa menjawab
soal-soal itu dan memenuhi janjinya pada mamanya untuk memperoleh
nilai bagus. Diambilnya kertas dan mulai menulis soal sambil
bersenandung kecil dengan riang. Achink menatap Iping dengan
keheranan. Iping balas menatap.
“Tenang,
Bro. Liatimi Bapak, saya urus ki ini soal.” Bisik Iping sambil
merogoh sesuatu di sakunya sambil tersenyum.
Iping
membuka pelan-pelan kertas yang telah dipersiapkannya untuk
‘memperlancar’ ulangan Bahasa Indonesianya, sementara Achink
memantau keberadaan Pak Hamid. Dan seketika raut wajah Iping berubah.
Tak ada lagi senyum di wajahnya. Bagaimana tidak? Kertas contekan
yang telah susah payah disiapkan telah mengkhianatinya. Terbang sudah
harapan memperoleh nilai tinggi. Coretan-coretan yang sedianya akan
membantu banyak dalam ulangan Bahasa Indonesianya, secara ‘ajaib’
berubah menjadi daftar bumbu-bumbu dapur dan kebutuhan rumah tangga
lainnya. Iping terkulai lemas. Achink melongo.
Sementara
di rumah, Ibu Neneng terkejut menemukan daftar belanjaannya ‘berubah’
menjadi ringkasan Bahasa Indonesia 1 bab.
Beatiful Moments PC
IPM Sungguminasa @PKP PD IPM Gowa
Gentungan, 1 – 6
Januari 2012 (Judul Asli:Kertas Contekan)
Syahruni
Syam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar